Rabu, 16 April 2014

Freemason di Indonesia

Freemason masuk ke Indonesia ada banyak cerita. Sebagai pendirinya adalah Adam Wishaupt, seorang tokoh Yahudi dari London, yang kemudian mendapatkan dukungan dari Albert Pike, seorang jenderal Amerika (1809-1891). Organisasi ini sulit dilacak karena strukturnya sangat rahasia, teratur, dan rapi. Freemasonry berasal dari gerakan rahasia yang dibuat oleh sembilan orang Yahudi di Palestina pada tahun 37 M, yang dimaksudkan sebagai usaha untuk melawan pemeluk Masehi (Kristen, Islam, Budha, Hindu dan semua agama kecuali Jews).

Keberadaan jaringan Freemason di Indonesia seperti ditulis dalam buku Kenang-kenangan Freemason di Hindia Belanda 1767-1917 adalah 150 tahun atau 199 tahun, dihitung sejak masuknya pertama kali jaringan Freemason di Batavia pada tahun 1762 sampai dibubarkan pemerintah Soekarno pada tahun 1961.

Selama kurun tersebut Freemason telah memberikan pengaruh yang kuat di negeri ini. Buku Kenang-kenangan Freemason di Hindia Belanda 1767-1917 misalnya, memuat secara lengkap operasional, para tokoh, dokumentasi foto, dan aktivitas loge-loge yang berada langsung di bawah pengawasan Freemason di Belanda. Buku setebal 700 halaman yang ditulis oleh Tim Komite Sejarah Freemason ini adalah bukti tak terbantahkan tentang keberadaan jaringan mereka di seluruh Nusantara.

Keterlibatan elite-elite pribumi, di antaranya para tokoh Boedi Oetomo dan elite keraton di Kadipaten Pakualaman, Yogyakarta, terekam dalam buku kenang-kenangan ini. Radjiman Wediodiningrat, orang yang pernah menjabat sebagai pimpinan Boedi Oetomo, adalah satu-satunya tokoh pribumi yang artikelnya dimuat dalam buku kenang-kenangan yang menjadi pegangan anggota Freemason di seluruh Hindia Belanda ini.

Radjiman yang masuk sebagai anggota Freemason pada tahun 1913, menulis sebuah artikel berjudul ”Een Broderketen der Volken” (Persaudaraan Rakyat). Radjiman pernah memimpin jalannya sidang Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Selain Radjiman, tokoh-tokoh Boedi Oetomo lainnya yang tercatat sebagai anggota Freemason bisa dilihat dalam paper berjudul The Freemason in Boedi Oetomo yang ditulis oleh CG van Wering.

Dalam penerimaan keanggotaan, Freemasonry tidak mempersoalkan agama calon anggota. Bahkan calon anggota disumpah sesuai dengan agama yang dianutnya. Dalam Freemasonry diadakan model kenaikan pangkat hingga level ke-33 bagi orang-orang Goyim. Orang-orang yang berhasil dijaring kemudian diberikan tugas untuk menyebarkan paham Freemasonry dan bekerja untuk merealisasikan tujuannya.

Kecuali, perekrutan anggota menengah dan tinggi kelompok ini sangat tertutup, bersifat rahasia dan sangat eksklusif. Anggotanya berasal dari latar belakang profesi, agama, kepercayaan, dan kebangsaan yang berbeda.
Banyak sisi dan banyak hal yang belum terungkap. Pada Februari 1961, lewat Lembaran Negara nomor 18/1961, Presiden Soekarno membubarkan dan melarang keberadaan Freemasonry di Indonesia. Lembaran Negara ini kemudian dikuatkan oleh Keppres Nomor 264 tahun 1962 yang membubarkan dan melarang Freemasonry dan segala derivatnya seperti Rosikrusian, Moral Re-armament, Lions Club, Rotary Club, dan Bahaisme. Sejak itu, loji-loji mereka disita oleh negara.

Beberapa tulisan populer menganggap Presiden Soekarno melalui Lembaran Negara nomor 18/1961 melarang Vrijmetselaren-Loge (Loge Agung Indonesia) dan organisasi lain atas alasan mengikuti ajaran freemason. Namun pelarangan tersebut sebenarnya karena penolakan atas manifesto politik yang hendak dipaksakan oleh Soekarno kepada seluruh organisasi di Indonesia[3] pada saat posisinya terancam pada masa demokrasi terpimpin, seperti yang bisa dilihat dari Peraturan Penguasa Perang Tertinggi Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1961:
Organisasi yang tidak sesuai dengan kepribadian Indonesia menghambat penyelesaian Revolusi atau bertentangan dengan cita-cita Sosialisme Indonesia, dilarang.[4]
Sementara dari Peraturan Penguasa Perang Tertinggi Republik Indonesia, nomor 9 tahun 1962, terlihat bahwa motif keluarnya kumpulan peraturan ini adalah:
Peraturan tentang pencabutan Peraturan-peraturan Penguasa Perang Tertinggi No. 3 tahun 1961 tentang Larangan adanya organisasi yang tidak mau menerima dan mempertahankan Manifesto Politik.....[5]
Kesalahan dalam memahami kumpulan peraturan ini membuat beberapa organisasi yang disebutkan pelarangan ini mendapat tuduhan sebagai organisasi freemason, seperti Liga Demokrasi, Rotary[6] , Divine Life Society, Vrijmetselaren-Loge (Loge Agung Indonesia), Moral Rearmament Movement, Ancient Mystical Organization Of Rosi Crucians (AMORC) dan Organisasi Baha’i.
Karena sudah tidak relevan dengan situasi politik masa kini dan telah menghasilkan diskriminasi[7], Presiden Abdurrahman Wahid mencabut Keppres nomor 264/1962 yang berisi pelarangan tersebut dengan mengeluarkan Keppres nomor 69 tahun 2000 tanggal 23 Mei 2000.[8]


Apa sebenarnya Freemason atau Freemasonry itu? CEO Lippo Group James Riady dalam perayaan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-33 Rotary Club of Jakarta Menteng (RCJM) di Jakarta, Jumat (6/12) malam, mengatakan masyarakat alami hedonisme materialisme. James pimpin Rotary Club di sini.

Dalam kaitan ini, cerita Freemason menarik untuk disimak. Organisasi ini adalah merupakan organisasi Yahudi Internasional, organisasi ini merupakan gerakan rahasia paling besar dan paling berpengaruh di seluruh dunia sejak ratusan tahun lalu. Bagaimana terbentuknya dan kapan mulai dibentuknya organisasi sekuler ini, pihak Freemasonry sendiri masih belum bisa menentukan. Banyak dugaan gerakan kebebasan berpikir dan anti dogma (terutama terhadap agama) ini sudah ada sejak sebelum abad pertengahan.

Tujuan Freemasonry sebenarnya mudah diketahui meskipun struktur organisasinya sangat teratur dan rahasia. Secara umum tujuan-tujuan pokok Freemasonry antara lain adalah Menghapus semua agama.

Dalam gerakannya, Freemasonry menggunakan tangan-tangan cendekiawan dan hartawan Goyim (bukan keturunan Yahudi), tetapi di bawah kontrol orang Yahudi pilihan. Hasil dari gerakan ini di antaranya adalah mencetuskan tiga perang dunia, tiga revolusi (Revolusi Prancis, Revolusi Amerika, dan Revolusi Industri di Inggris), melahirkan tiga gerakan utama (Zionisme, Komunisme, dan Nazisme).

Organisasi Freemason sendiri sudah ada di Indonesia sejak tahun 1736, saat itu seorang Belanda yang bernama Jacobus Cornelis Mattheus datang ke Indonesia bersama VOC untuk berdagang di Jakarta yang saat itu masih bernama Batavia. Setelah beberapa lama tinggal di Batavia Jacobus Cornelis mendirikan pusat aktivitas para anggota Freemanson (logi). Waktu itu organisasi hanya menerima anggota yang berasal dari warga Belanda yang beranggotakan enam orang. Di mana mereka adalah dari kalangan petinggi militer dan sebagian lagi para pengusaha Yahudi.

Di Tahun 1810 Gubernur Jenderal Daendels pun akhirnya berhasil membekukan organisasi tersebut. Namun sayang di masa kepemimpinan Daendels berakhir organisasi ini pun akhirnya muncul kembali dengan membentuk anggota baru dari pedagang Tiongkok dan warga pribumi terutama para ningrat Nusantara. Perkembangan organisasi ini pun sangat pesat, beberapa tokoh-tokoh Nasional pun dikabarkan pernah terlibat sebagai anggota Freemanson yang di antaranya adalah Raden Adipati Tirto Koesoemo, R.M. Adipati Ario Poerbo Hadiningrat dan Dr. Radjiman Wedyodiningrat.

Di Tahun 1767 pada umumnya dianggap sebagai awal kehadiran Tarekat Mason Bebas yang terorganisir di Jawa. Selain melakukan pertemuan di logi-logi, mereka juga kerap melakukan pertemuan rahasia di kawasan Molenvliet yang kini menjadi Jalan. Gajah Mada dan Hayam Wuruk untuk membahas mengenai pendirian loji tersebut. Di tahun 1945-1950-an, loji-loji Freemasonry mulai banyak berkembang di Indonesia, beberapa orang pribumi juga ikut bergabung dalam kelompok ini. Mungkin pada masa itu, keikutsertaan mereka pada kelompok ini hanya untuk mencari sesuap nasi, atau mencari aman atau bisa pula hanya karena masalah politik.

Setelah berdirinya loji-loji Freemasonry yang mulai banyak berkembang di Indonesia, banyak rakyat yang mulai resah akan adanya gedung tersebut, bahkan oleh kaum pribumi gedung itu disebut pula sebagai Rumah Setan dimana mereka selalu melakukan ritual kaum Freemason yang disebut sebagai pemanggilan arwah orang mati.

Lama-kelamaan hal ini mengusik istana, sehingga pada Maret 1950, Presiden Soekarno memanggil tokoh-tokoh Freemasonry Tertinggi Hindia Belanda yang berada di Loji Adhucstat (sekarang Gedung Bappenas-Menteng) untuk mengklarifikasi hal tersebut. Di depan Soekarno, tokoh-tokoh Freemasonry ini mengelak dan menyatakan jika istilah Setan mungkin berasal dari pengucapan kaum pribumi terhadap Sin Jan (Saint Jean) yang merupakan salah satu tokoh suci kaum Freemasonry. Walau mereka berkelit, namun Soekarno tidak percaya begitu saja.

Akhirnya, Februari 1961, lewat Lembaran Negara nomor 18/1961, Presiden Soekarno membubarkan dan melarang keberadaan Freemasonry di Indonesia. Lembaran Negara ini kemudian dikuatkan oleh Keppres Nomor 264 tahun 1962 yang membubarkan dan melarang Freemasonry dan segala derivatnya seperti Rosikrusian, Moral Re-armament, Lions Club, Rotary Club, dan Bahaisme. Sejak itu, loji-loji mereka disita oleh negara.

Kamis, 03 April 2014

BIARLAH AKU YANG ROBEK DAN HANCUR DARIPADA HARUS TERJADI PERANG SAUDARA


MPRS menunjuk Soeharto sebagai Presiden RI, Bung Karno menerima surat untuk segera meninggalkan Istana dalam waktu 2 X 24 Jam.
Bung Karno dengan wajah sedih membaca surat pengusiran itu. Ia sama sekali tidak diberi waktu untuk menginventarisir barang-barang pribadinya.
Wajah-wajah tentara yang diperintahkan Suharto untuk mengusir Bung Karno tidak bersahabat lagi."Bapak harus cepat meninggalkan Istana ini dalam waktu dua hari dari sekarang".
Bung Karno pergi ke ruang makan dan melihat Guruh sedang membaca sesuatu di ruang itu. "Mana kakak-kakakmu?" kata Bung Karno.
Guruh menoleh ke arah Bapaknya dan berkata , "Mereka pergi ke rumah Ibu" rumah Ibu yang dimaksud adalah rumah Fatmawati di Jalan Sriwijaya, Kebayoran Baru.
Bung Karno berkata lagi "Mas Guruh, Bapak sudah tidak boleh tinggal di Istana ini lagi, kamu persiapkan barang-barangmu, jangan kamu ambil lukisan atau hal lain, itu punya negara,".
Kata Bung Karno lalu ia pergi ke ruang depan dan mengumpulkan semua ajudan-ajudannya yang setia. Beberapa ajudannya sudah tidak kelihatan, ia maklum, ajudan itu sudah ditangkapi karena diduga terlibat Gestapu.
"Aku sudah tidak boleh tinggal di Istana ini lagi, kalian jangan mengambil apapun, Lukisan-lukisan itu, souvenir, dan macam-macam barang itu milik negara".
Semua ajudan menangis Bung Karno mau pergi, "Kenapa bapak tidak melawan, kenapa dari dulu bapak tidak melawan" salah satu ajudan hampir berteriak memprotes tindakan diam Bung Karno.
"Kalian tau apa, kalau saya melawan nanti perang saudara, perang saudara itu sulit jikalau perang dengan Belanda kita jelas hidungnya beda dengan hidung kita, perang dengan bangsa sendiri tidak..lebih baik saya yang robek dan hancur daripada bangsa saya harus perang saudara".
Beberapa orang dari dapur berlarian saat tahu Bung Karno mau pergi, mereka bilang "Pak kami tidak ada anggaran untuk masak, tapi kami tidak enak bila bapak pergi belum makan. Biarlah kami patungan dari uang kami untuk masak agak enak dari biasanya"
Bung Karno tertawa "Ah, sudahlah sayur lodeh basi tiga hari itu malah enak, kalian masak sayur lodeh saja. Aku ini perlunya apa...."
* * *

Di hari kedua saat Bung Karno sedang membenahi baju-bajunya datang seorang perwira suruhan Orde Baru. "Pak, bapak segera meninggalkan tempat ini"
Beberapa tentara sudah memasuki beberapa ruangan. Dalam pikiran Bung Karno yang ia takuti adalah bendera pusaka. Ia ke dalam ruang membungkus bendera pusaka dengan kertas koran lalu ia masukkan bendera itu ke dalam baju yang dikenakannya di dalam kaos oblong, Bung Karno tahu bendera pusaka tidak akan dirawat oleh rezim ini dengan benar.
Bung Karno lalu menoleh pada ajudannya Saelan. "Aku pergi dulu" kata Bung Karno hanya dengan mengenakan kaus oblong putih dan celana panjang hitam.
"Bapak tidak berpakaian dulu" Bung Karno mengibaskan tangannya, ia terburu buru. Dan ke luar dari Istana dengan naik mobil VW kodok, ia minta diantarkan ke rumah Ibu Fatmawati di Sriwijaya, Kebayoran.
Di rumah Fatmawati, Bung Karno hanya duduk seharian saja di pojokan halaman, matanya kosong. Ia sudah meminta agar Bendera Pusaka itu dirawat hati-hati. Bung Karno kerjanya hanya mengguntingi daun-daun yang tumbuh di halaman.
Kadang-kadang ia memegang dadanya, Ia sakit ginjal para,h namun obat-obatan yang biasanya diberikan tidak kunjung diberikan. Hanya beberapa minggu Bung Karno di Sriwijaya, tiba-tiba datang satu truk tentara ke rumah Sriwijaya.
* * *

Suatu saat Bung Karno mengajak ajudannya yang bernama Nitri yang orang Bali untuk jalan-jalan. Saat melihat duku Bung Karno bilang "Aku pengen duku.. Tri, Sing Ngelah Pis, aku tidak punya uang"
Nitri yang uangnya juga sedikit ngelihat dompetnya, ia cukup uang untuk beli duku. Lalu Nitri mendatangi tukang duku dan berkata "Pak bawa dukunya ke orang yang ada di dalam mobil"
Tukang duku itu berjalan dan mendekat ke Bung Karno "Mau pilih mana Pak, manis-manis nih" kata Tukang Duku dengan logat betawi.
Bung Karno berkata "Coba kamu cari yang enak"
Tukang Duku-nya merasa sangat akrab dengan suara itu dan dia berteriak "Lha itu kan suara Bapak...Bapak...Bapak"
Tukang Duku berlari ke teman-temannya pedagang "Ada Pak Karno...ada Pak Karno" serentak banyak orang di pasar mengelilingi Bung Karno. Bung Karno tertawa, tapi dalam hati ia takut orang ini akan jadi sasaran tentara, karena disangka mereka akan mendukung Bung Karno. "Tri cepat jalan".....
* * *

Mendengar Bung Karno sering ke luar rumah, maka tentara dengan cepat memerintahkan Bung Karno diasingkan.
Di Bogor, dia diasingkan ke Istana Batu Tulis dan dirawat oleh: Dokter Hewan .....
Lalu Rachmawati datang dan melihat ayahnya, ia menangis keras-keras saat tahu wajah ayahnya bengkak-bengkak dan sulit jalan, Rachmawati adalah puteri Bung Karno yang paling nekat. Malamnya ia memohon pada bapaknya agar pergi ke Jakarta saja dan dirawat keluarga.
"Coba aku tulis surat permohonan pada Presiden" kata Bung Karno dengan mengucurkan air mata. Dia menulis surat dengan tangan bergetar, dan pagi-pagi sekali Rachma ke Cendana, rumah Suharto.
Di Cendana ia ditemui Bu Tien yang kaget karena ada Rachma di sana. Bu Tien memeluk Rachma dan di saat itu Rachma bercerita tentang nasib bapaknya, hati Bu Tien rada tersentuh dan menggenggam tangan Rachma lalu membawanya ke atas, ke ruang kerja Pak Harto.
"Lho Mbak Rachma ada apa?" Kata Pak Harto dengan nada santun,
Rachma-pun menceritakan kondisi ayahnya.
Pak Harto berpikir sejenak dan dia menuliskan memo untuk diperintahkan kepada anak buahnya, agar lalu dia dipindahkan ke Wisma Yaso, yang sama sekali tidak terawat. Kamar Bung Karno sudah berantakan sekali, bau dan tidak diurus. Bung Karno tidak boleh ke luar kamar. Seringkali ia dibentak bila akan melakukan sesuatu.
Dokter yang diperintahkan untuk merawat, Profesor Mahar Mardjono sampai mau menangis, saat tahu bahwa semua obat-obatan yang biasa digunakan oleh Bung Karno, dibersihkan dari laci obat atas dasar perintah Perwira Tinggi.
Mahar hanya bisa memberikan vitamin dan Royal Jelly, yang sesungguhnya adalah madu. Jika sulit tidur, dia diberi valium, Sukarno tidak diberikan obat, bila terjadi pembengkakan ginjal.
Rumor yang mengatakan Bung Karno hidup sengsara, banyak beredar di masyarakat, Beberapa orang diketahui akan nekat membebaskan Bung Karno, tapi penjagaan sangat ketat.
* * *

Pada awal tahun 1970, Bung Karno datang ke rumah Fatmawati untuk menghadiri pernikahan Rachmawati. Muka Bung Karno sudah bengkak. Ketika banyak orang tahu Bung Karno datang ke rumah itu, orang banyak berteriak "Hidup Bung Karno ... Hidup Bung Karno ... Hidup Bung Karno !!!"
Sukarno yang reflek, karena ia tahu benar dengan suasana gegap gempita, tertawa dan melambaikan tangan, Tapi, dengan kasar tentara menurunkan tangan Sukarno, dan menggiringnya ke dalam. Bung Karno paham, dia adalah tahanan politik.
* * *

Masuk ke bulan Februari, penyakit Bung Karno parah sekali, Ia tidak kuat berdiri, Tidur saja, Tidak boleh ada orang yang bisa masuk.
Ia sering berteriak kesakitan, biasanya penderita penyakit ginjal memang akan diikuti kondisi psikis yang kacau. Ia berteriak "sakit ... sakit ya Allah .."
Tapi tentara terpaksa diam saja, karena disuruh komandan, Sampai ada salah satu tentara yang sampai menangis, mendengar teriakan Bung Karno di dalam kamar, sambil tangannya memegang senjata.
Kepentingan politik tak mungkin bisa membendung rasa kemanusiaan, dan air mata adalah bahasa paling jelas dari rasa kemanusiaan itu. Hatta yang dilapori kondisi Bung Karno menulis surat pada Suharto, dan mengecam cara merawat Sukarno.
Di rumah Hatta duduk di beranda, ia menangis diam-diam mengenang sahabatnya itu.
Lalu dia bicara pada isterinya Rachmi, untuk bertemu dengan Bung Karno. "Kakak tidak mungkin bisa ke sana, Bung Karno sudah jadi tahanan politik"
Hatta menoleh pada isterinya "Sukarno adalah orang terpenting dalam pikiranku, dia sahabatku, Kami pernah dibesarkan dalam suasana yang sama, agar negeri ini merdeka. Bila memang ada perbedaan di antara kita, itu lumrah, tapi aku tak tahan mendengar berita Sukarno terlalu sakit seperti ini".
Hatta menulis surat dengan nada tegas kepada Suharto, untuk bertemu Sukarno, Ajaibnya surat Hatta langsung disetujui, ia boleh menjenguk Sukarno.
Hatta datang sendirian ke kamar Bung Karno yang sudah hampir tidak sadar, Tubuhnya tidak kuat menahan sakit ginjal. Bung Karno membuka matanya. Hatta terdiam dan berkata pelan "Bagaimana kabarmu, No"kata Hatta, Ia tercekat, mata Hatta sudah basah.
Bung Karno berkata pelan dan tangannya berusaha meraih lengan Hatta "Hoe gaat het met Jou" kata Bung Karno dalam bahasa Belanda -Bagaimana pula kabarmu, Hatta- .
Hatta memegang lembut tangan Bung Karno dan mendekatkan wajahnya, Air mata Hatta mengenai wajah Bung Karno, dan Bung Karno menangis seperti anak kecil.
Dua proklamator bangsa ini menangis, di sebuah kamar yang bau dan rusak, Kamar yang menjadi saksi ada dua orang yang memerdekakan bangsa ini, di akhir hidupnya merasa tidak bahagia, Suatu hubungan yang menyesakkan dada.
Tak lama setelah Hatta pulang, Bung Karno meninggal. Sama saat Proklamasi 1945, Bung Karno menunggui Hatta di kamar, untuk segera membacai Proklamasi, Saat kematiannya, Bung Karno juga menunggu Hatta dulu, baru ia berangkat menemui Tuhan.
* * *

Mendengar kematian Bung Karno rakyat berjejer-jejer di jalan. Rakyat Indonesia dalam kondisi bingung. Banyak rumah yang orang-orangnya menangis karena Bung Karno meninggal.
Tapi tentara memerintahkan agar jangan ada rakyat yang hadir di pemakaman Bung Karno. Bung Karno ingin dikesankan sebagai pribadi yang senyap. Tapi, sejarah akan kenangan tidak bisa dibohongi. Rakyat tetap saja melawan untuk hadir.
Hampir 5 kilometer orang antre untuk melihat wajah Bung Karno, Di pinggir jalan Gatot Subroto, banyak orang berteriak menangis. Di Jawa Timur tentara yang melarang rakyat melihat jenasah Bung Karno, menolak dengan hanya duduk-duduk di pinggir jalan, Mereka diusiri, tapi datang lagi. Begitu cintanya rakyat Indonesia pada Bapaknya. Tahu sikap rakyat seperti itu, akhirnya tentara menyerah.
Jutaan orang Indonesia berhamburan di jalan-jalan pada 21 Juni 1970. Hampir semua orang Indonesia yang rajin menulis catatan hariannya, pasti mencatat tanggal itu sebagai tanggal meninggalnya Bung Karno dengan rasa sedih,
Koran-koran yang isinya hanya menjelek-jelekkan Bung Karno, sontak tulisannya memuja Bung Karno.
Bung Karno yang sewaktu sakit dirawat oleh dokter hewan, tidak diperlakukan secara manusiawi, Meninggalnya, dengan cara yang agung. Jutaan rakyat berjejer di pinggir jalan, Mereka datang karena cinta, bukan paksaan.
Dan sejarah menjadi saksi bagaimana sebuah bangsa memperlakukan orang yang kalah. Walau pun orang yang kalah, adalah orang yang memerdekakan bangsanya, Orang yang menjadi alasan terbesar, kenapa Indonesia harus berdiri. Tapi diperlakukan layaknya binatang, Semoga. kita tidak mengulangi kesalahan seperti itu.