Rabu, 08 September 2010

Ganyang Malaysia?


KOMPAS.com — Unjuk rasa menentang Malaysia mengenai masalah perbatasan masih terus saja bermunculan di banyak tempat. Para pengunjuk rasa umumnya terdiri dari generasi muda.

Pola unjuk rasa mereka umumnya membakar bendera Malaysia sembari menuntut agar Pemerintah Indonesia bersikap lebih ”tegas” karena menganggap bahwa harga diri dan kedaulatan bangsa telah diinjak oleh negeri jiran tersebut.

Cukup banyak yang bahkan menuntut agar kita kembali ”mengganyang” Malaysia seperti pada tahun 1960-an, malah kalau perlu berperang. Apa yang sebenarnya kita ketahui tentang zaman konfrontasi itu?

Istilah ”konfrontasi” dipopulerkan Menteri Luar Negeri Soebandrio pada 20 Januari 1963. Sikap bermusuhan terhadap Malaysia kemudian dipertegas oleh Presiden Soekarno lewat diumumkannya perintah Dwi Komando Rakyat (Dwikora) pada 3 Mei 1963.

Isinya, selain perintah untuk memperkuat ketahanan revolusi Indonesia, seluruh rakyat juga diperintahkan membantu perjuangan rakyat Malaya, Singapura, Sarawak, dan Sabah untuk menghancurkan Malaysia. Indonesia menganggap pembentukan Federasi Malaysia yang didalangi Inggris sebagai upaya nekolim (neokolonialisme dan imperialisme) membentuk sebuah negara boneka.

Adapun istilah ”Ganyang Malaysia” dilahirkan Bung Karno. Presiden pertama RI itu sangat gusar ketika dalam demonstrasi anti-Indonesia di Kuala Lumpur pada 17 Desember 1963 para demonstran menyerbu gedung KBRI, merobek- robek foto Soekarno, dan membawa lambang Garuda Pancasila ke hadapan PM Malaysia waktu itu, Tunku Abdul Rahman, dan memaksanya menginjak lambang Garuda tersebut.

Insiden itu membuat Bung Karno murka. Ia pun berpidato:

”Kalau kita lapar itu biasa. Kalau kita malu, itu juga biasa. Namun, kalau kita lapar atau malu itu karena Malaysia, kurang ajar! Kerahkan pasukan ke Kalimantan, hajar cecunguk Malayan itu! Pukul dan sikat, jangan sampai tanah dan udara kita diinjak-injak Malaysian keparat itu.”

”Doakan aku, aku akan berangkat ke medan juang sebagai patriot bangsa, sebagai martir bangsa, dan sebagai peluru bangsa yang tak mau diinjak-injak harga dirinya.”

”Serukan, serukan ke seluruh pelosok negeri bahwa kita akan bersatu untuk melawan kehinaan ini. Kita akan membalas perlakuan ini dan kita tunjukkan bahwa kita masih memiliki gigi yang kuat dan kita juga masih memiliki martabat.”

”Yoo... ayooo... kita ganyang. Ganyang Malaysia! Ganyang Malaysia! Bulatkan tekad. Semangat kita baja. Peluru kita banyak. Nyawa kita banyak. Bila perlu satoe- satoe!”

Rencana nekolim

Dibakar oleh pidato Bung Karno melalui radio itu (waktu itu radio merupakan media utama informasi), gerakan Ganyang Malaysia pun meledak ke seluruh negeri. Pendaftaran sukarelawan terjadi di mana-mana. Semangat bangsa saat itu memang sedang melambung setelah keberhasilan kita membebaskan Irian Barat pada tahun 1962.

Waktu itu, secara militer Indonesia merupakan negara terkuat di Asia Tenggara, terutama berkat persenjataan yang dibeli dari Uni Soviet. Semangat antinekolim juga sangat tinggi. Inggris pada tahun 1960-an itu masih merupakan kekuatan global.

Sebenarnya, Indonesia (dan Filipina) secara resmi setuju menerima pembentukan Federasi Malaysia apabila mayoritas rakyat di daerah yang akan dilakukan dekolonisasi menyetujui lewat referendum yang diorganisasi PBB. Namun, sebelum hasil referendum diumumkan, pembentukan Malaysia sudah diresmikan pada 16 September 1963, sesuatu yang dianggap Indonesia sebagai bukti rencana nekolim untuk terus mengangkangi Asia Tenggara.

Dari segi militer konfrontasi Indonesia-Malaysia, umum disebut sebagai undeclared war karena perang terjadi tanpa pernah didahului pernyataan perang. Inggris dan sekutunya (Malaysia, Australia, dan Selandia Baru) waktu itu memiliki sekitar 17.000 anggota pasukan di Kalimantan serta 10.000 anggota pasukan yang ada di Semenanjung Melayu.

Pertempuran kecil-kecilan (skirmishes) tentara Indonesia dengan Inggris terutama terjadi di perbatasan Kalimantan. Ada juga penyusupan tentara Indonesia di Semenanjung Malaysia.

Konfrontasi berakhir setelah Presiden Soekarno digantikan oleh Presiden Soeharto. Jumlah korban tewas di kedua belah pihak lebih besar berada di pihak Indonesia (sekitar 590 orang dibandingkan dengan Inggris, Australia, Selandia Baru yang hanya 114 jiwa).

Dalam rangkaian konfrontasi ini, sebuah insiden pernah terjadi antara Indonesia dan Singapura tatkala Singapura tetap menggantung dua prajurit marinir Indonesia yang tertangkap waktu menyusup ke Singapura meski Presiden Soeharto sudah mengirim utusan khusus agar hukuman itu diperingan.

Insiden itu lama terekam dalam ingatan kolektif bangsa, antara lain lewat syair yang dinyanyikan dalam permainan kim (main tebak angka berhadiah ala Minang yang kemudian dilarang karena dianggap judi). Bunyinya ”Lee Kuan Yew sangat kejam, membunuh dua pahlawan, nama Harun dan Usman”.

Semua peserta tebak-tebakan pun langsung mafhum, angka yang keluar adalah 68, yakni tahun terjadinya penggantungan itu.

Kini kedua pemerintah, Indonesia dan Malaysia, sepakat menyelesaikan insiden perbatasan melalui jalur diplomasi (soft power). Pemakaian kekerasan atau hard power dianggap tidak akan dapat memecahkan masalah.

Namun, perlu diingat, dalam penyelesaian suatu sengketa perbatasan, hard power sering diperlukan sebagai back-up dari diplomasi. Sengketa Irian Barat (Papua) dengan Belanda juga bisa dimenangkan dengan perpaduan kedua hal itu.

Publik mestinya masih ingat, sewaktu penyelesaian kasus sengketa Sipadan-Ligitan dengan Malaysia pada 2002, melalui Mahkamah Internasional pemerintah berusaha meyakinkan masyarakat bahwa kans kita menang fifty-fifty karena kita mempunyai bukti-bukti yang sahih tentang kepemilikan dua pulau tersebut.

Ternyata hasilnya jeblok. Kita kalah karena hanya satu hakim yang memenangkan dalih-dalih kita dan 16 lainnya menolak.

*Susanto Pudjomartono, Wartawan Senior

Jumat, 03 September 2010

MR. Ir. SOEKARNO & FRIENDS

FAKTA TENTANG MALAYSIA

Diposkan oleh Mr. Akbar on 01 September 2010
FAKTA TENTANG MALAYSIA

1. Pengakuan secara jujur dari Datuk Anwar Ibrahim pada NewYork Times, bahwa sebagian besar pemimpin Malaysia terlalu pongah dan sombong meskipun sebenarnya Malaysia adalah negara lemah dan korup sehingga tidak bisa menghargai negara-negara tetangganya.(Di Indonesia ada KPK)

2. Terbatasnya akses informasi dari media informasi (surat kabar, televisi dan lain-lain) bagi rakyat Malaysia sehingga hanya sedikit saja informasi mengenai negara-negara tetangga yang dipunyai. Hal ini menyebabkan hidup rakyat Malaysia seperti katak dalam tempurung. Akibatnya, mereka merasa pintar padahal sesunggunya hidup dalam kemalasan dan kebodohan yang teramat sangat. Nilai-nilai demokrasi yang dicapai oleh negara tetangganya tidak banyak diketahui oleh rakyat Malaysia. Hal ini memang disengaja oleh pemerintah mereka agar rakyat tetap bodoh sehingga tidak membahayakan kekuasaan mereka.(Malaysia negara demokrasi????)

3. Menurut analisis Robert C. Lie (Times magazine, June 2007), fenomena yang berlaku di Malaysia ini dalam istilah psikologi merupakan mekanisme pertahanan diri. Intinya, adanya kelemahan, kebodohan, serta kegagalan bangsa Malaysia mengaktualisasikan diri sebagai suatu bangsa yang bisa dihormati oleh bangsa lainnya menyebabkan mereka berusaha sekuat tenaga membalik penilaian tersebut dengan memberikan stigma yang lebih jelek terhadap negara tetangganya.

4. Analisis dari Dinas Rahasia Russia (2006) terhadap fenomena teroris Dr. Azahari dan Nurdin Moh. Top, menyatakan bahwa kedua orang tersebut adalah merupakan kaki tangan / agen rahasia Malaysia bekerjasama dengan CIA disusupkan ke Indonesia untuk mencegah fenomena kebangkitan Islam moderat di Indonesia. Seperti Analisis dari CIA, keberhasilan proses demokratisasi di Indonesia yang diikuti dengan kebangkitan Islam di Indonesia akan menjadikan Indonesia sebagai Negara besar dan maju di regional Asia Pasifik. Kondisi ini jelas tidak menguntungkan bagi Malaysia yang berupaya menjadi pemimpin di wilayah ini namun tidak memiliki kemampuan sama sekali. Kepentingan USA terhadap wilayah ini juga akan terganggu bila Indonesia berhasil muncul menjadi Negara besar dan maju di kawasan ini.

5. Dalam era globalisasi dewasa ini, peperangan bukan lagi menjadi suatu kunci bagi memenangi suatu persaingan. Justru saat ini yang dibutuhkan adalah soft power. Keunggulan budaya salah satunya. Dalam banyak hal ini jelas sekali keunggulan budaya Indonesia atas Malaysia. Lagu-lagu Indonesia banyak membanjiri Malaysia, bahkan menjadi top chart di negara mereka. Belum lagi hasil-hasil budaya lainnya seperti film, kerajinan, pencak silat, kebudayaan tradisional, dan lain-lain. Arsitektur misalnya, sudah menjadi pengetahuan umum bila menara kembar Petronas mencontek dari desain Candi Prambanan di Indonesia. Fenomena ini diakui oleh budayawan serta banyak artis Malaysia, salah satunya adalah Amy yang begitu gundah atas membanjirnya produk budaya dari Indonesia ke Malaysia

6. Tidak ada satupun kurikulum mancanegara yang memasukkan mata pelajaran bahasa Malaysia kedalam kuliahnya, satu-satunya turunan dari bahasa melayu yang dijadikan kurikulum pendidikan bahasa asing adalah bahasa Indonesia.(Universit y di Australia, Belanda, Rusia, China, Jepang, Eropa, USA). Hal ini disebabkan karena bahasa Indonesia merupakan salah satu bahasa yang berpotensi semakin besar pemakaiannya di dunia (UNESCO).

Malaysia Tidak Terkejut dengan Pidato itu! Mr. SBY bertindaklah!!!


JAKARTA - Anggota Komisi III DPR Bambang Soesatyo menilai pidato SBY di Mabes TNI jauh dari memuaskan. SBY salah sasaran dan dinilai tidak menghiraukan keresahan masyarakat karena arogansi Malaysia di perbatasan.
"Semula saya berharap dari pidato itu muncul pesan kepada pemimpin Malaysia, pesan tentang kemarahan kita oleh perilaku tak terpuji dan sikap tidak bersahabat para dato di Kuala Lumpur. Tapi, seperti kebanyakan orang, saya pun sangat kecewa," keluh Bambang, Jumat (3/9/2010).
Menurut Bambang, SBY hanya mengajari rakyat Indonesia soal hubungan Indonesia-Malaysia. SBY tidak memberikan sedikitpun peringatan kepada Malaysia yang menurut Bambang sudah mengganggu kedaulatan RI.
"Itu bukan pidato merespons arogansi Malaysia, melainkan lebih sebagai penjelasan tentang fluktuasi hubungan RI-Malaysia. Penjelasan yang tidak kita butuhkan karena materi yang dikemukakan Presiden sudah di luar kepala kita semua," kritik Bambang.
Oleh karenanya, Bambang yakin pidato tersebut tidak akan mempengaruhi hubungan kedua negara. Pidato tersebut sudah salah sasaran.
"Kalaupun pidato itu ingin dikatakan sebagai sebuah pesan, maka pesan itu lebih ditujukan kepada audiens di Indonesia, bukan kepada para dato di Kuala Lumpur," tutupnya.
Sebelumnya, Ketua Dewan Pimpinan Pusat Partai Golkar Priyo Budi Santoso mengatakan pidato yang disampaikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono terkait persoalan perbatasan bisa memberikan efek kejut terhadap pejabat dan Malaysia.
"Kalau Malaysia masih belum terkejut itu sudah keterlaluan," kata Priyo Budi Santoso kepada pers di Gedung DPR, Jakarta.
Priyo menjelaskan, kalau sampai Malaysia belum terkejut mendengarkan pidato Presiden Yudhoyono, menunjukkan Malaysia adalah bangsa yang arogan dan memandang remeh kepala negara dan bangsa Indonesia.
Malaysia, kata dia, tidak memahami suasana batin pemimpin dan masyarakat Indonesia yang lebih menyukai kedamaian.
Priyo meminta pejabat Malaysia tidak arogan seperti melakukan patroli laut di wilayah perbatasan.
Menurut Priyo, pidato yang disampaikan Presiden Yudhoyono sudah cukup jelas dan komprehensif mengenai sikap Indonesia dan dalam menyikapi persoalan perbatasan dengan Malaysia.
"Partai Golkar merasa lega atas pernyataan resmi Presiden yang menyatakan soal kedaulatan Indonesia," kata Wakil Ketua DPR ini.
Dia menilai Presiden telah menyampaikan pidato yang lugas dan tegas bahwa Indonesia tidak berkompromi soal kedaulatan negara.
Menurut dia, Yudhoyono meminta menteri-menteri segera mengambil langkah terbaik dan mendesak Malaysia segara berunding soal batas negara.
Setelah mendengarkan pidato Presiden yang lugas dan tegas tersebut, katanya, Partai Golkar berkeinginan untuk mengurungkan usulan hak interpelasi.
"Kami berencana mengurungkan usulan hak menyatakan pendapat dan mendukung langkah pemerintah untuk melakukan percepatan perundingan soal batas negara," katanya.
Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Malaysia akan merundingkan wilayah perbayasan di Kota Kinabalu, Malaysia, 6 September mendatang.
Indonesia ingin menunjukkan kepada dunia internasional sebagai bangsa yang bermartabat dalam menyelesaikan persoalan dengan Malaysia sesuai dengan komitmen yang dibuatnya dalam kerangka ASEAN, kata Direktur Eksekutif Institut Studi Strategis Internasional (IISS), Begi Hersutanto.
"Sebagai bangsa yang bermartabat, Indonesia harus menunjukkan komitmen kuat terhadap kesepakatan yang telah dibuat," katanya di Jakarta, menanggapi pidato Presiden Susilo Bambang Yudhoyono terkait memanasnya hubungan Indonesia-Malaysia.
Menurut dia, suka atau tidak suka dengan langkah yang diambil Pemerintah, Indonesia harus menunjukkan komitmen kuat atas Security Community -- satu dari tiga pilar dalam masyarakat ASEAN 2015 -- yang diajukan oleh Indonesia pertama kali.
"Kalau mendorong ofensif, berarti Indonesia mencederai kesepakatan yang telah dibuat," katanya.
Dinamika hubungan Indonesia-Malaysia merupakan bagian kerangka besar dari ASEAN yang beranggota 10 negara, kata Begi, yang juga staf ahli Komisi I DPR RI.
Sementara itu, Koordinator Program Studi ASEAN The Habibie Center, Dean Yulindra Affandi, mencatat rekam jejak dari substansi pidato-pidato Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sebelumnya, maka rasanya memang tidak logis andaikata rakyat mengharapkan sesuatu yang konkret terhadap solusi hubungan Indonesia-Malaysia saat ini.
"Dalam pidatonya, sudah berulang kali pidato SBY bernuansa demikian. Selain itu, SBY terkesan sangat berhati-hati dalam mengeluarkan pernyataannya sehingga justeru pesan yang ingin disampaikan jadi tidak tegas," ujarnya.
Walau demikian, kata Dean, apapun pendapat para pengamat yang ada, berhasil atau tidaknya pidato SBY akan tergantung respons dari Pemerintahan Malaysia beberapa hari ke depan.
"Apakah responsnya akan positif atau justru sebaliknya. Apakah penyampaian pidato di Mabes TNI yang selama ini dianggap memiliki pernyataan implisit bahwa Indonesia siap untuk mengerahkan kekuatan militernya, berhasil, juga tergantung dari respons balik dari Pemerintahan Malaysia," ujarnya.
Menurut dia, ada kesan lucu karena selama hubungan tegang antara Indonesia-Malaysia, termasuk pidato SBY Rabu malam, ASEAN seperti tidak bisa memiliki andil apa-apa dalam usaha untuk penyelesaian masalah ini.
Ia menilai, memang dalam pidato itu disebutkan beberapa kali mengenai kerja sama Indonesia-Malaysia dalam kerangka ASEAN, tetapi seharusnya SBY bisa lebih mengelaborasi lagi mengenai kerja sama ASEAN ini.
"Hal ini sangat penting berhubung Indonesia tahun depan akan memegang kursi kepemimpinan ASEAN," ujarnya.
Seandainya SBY melakukan elaborasi lagi mengenai hal ini tentu juga akan memberikan preseden positif terhadap negara-negara lain di ASEAN bahwa Indonesia siap memimpin ASEAN dan Indonesia memiliki rencana aksi yang jelas dalam menangani hal-hal yang terjadi di kawasan Asia Tenggara, dalam hal ini tentunya dalam masalah resolusi konflik, demikian Dean. (fn/dt/a2nt) www.suaramedia.com