"Kalau bahasa urban mengenal kata ‘asongan’, bahasa
agraris punya kata ‘ngasak’. Sekarang ini banyak kelompok-kelompok formal
normatif yang merasa dirinya panen akherat, sehingga mereka mantap sekali untuk
menjadi pemimpin panen itu. Sementara di KC, semua orang berani datang. Ini
kalau mau disebut lemah ya lemah, tapi kalau mau disebut kuat ya kuatnya justru
di situ. Di sini semua dekat tanpa batas-batas budaya, Anda bukan santri nggak
apa-apa. Dan lagi, sekarang yang disebut santri pun belum tentu santri. Belum
tentu yang pakai peci itu santri, dan belum tentu yang pakai jeans itu bukan
santri.
Bebaskan dirimu dari kebiasaan tidak menyukai. Carilah
ilmu dan rahasia dari semua yang tidak kamu sukai, maka engkau akan menemukan
kesejatian. Apa yang kamu pikir tidak menyenangkan dan kamu benci,
jangan-jangan sesungguhnya dia mengandung kebaikan yang kamu perlukan. Atau
siapa tahu sesungguhnya apa atau siapa yang sangat kamu sukai dan sangat kamu
inginkan justru mengandung keburukan-keburukan yang akan mencelakakanmu. Allah
telah mengingatkan hal ini kepada kita dengan jelas.
Jelas bahwa pendahulu kita telah mengenalkan kita makna dari pluralisme yaitu Kebinekaan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara ini.
Apa itu pluralisme? Pada tanggal 28 Juli 2005, MUI menerbitkan fatwa
yang melarang pluralisme. Dalam fatwa tersebut, pluralisme agama,sebagai
obyek persoalan yang ditanggapi, didefinisikan sebagai:
"Suatu paham yang mengajarkan bahwa semua agama adalah sama dan
karenanya kebenaran setiap agama adalah relatif; oleh sebab itu, setiap
pemeluk agama tidak boleh mengklaim bahwa hanya agamanya saja yang benar
sedangkan agama yang lain salah. Pluralisme juga mengajarkan bahwa
semua pemeluk agama akan masuk dan hidup dan berdampingan di surga".
Dengan demikian, MUI menyatakan bahwa Pluralisme dalam konteks yang tertera tersebut bertentangan dengan ajaran Agama Islam.
Kalau MUI yang merupakan induk dari umat Islam di Indonesia melarang
pluralisme lantas mengapa Gus Dur Yang merupakan ulama besar disebut
sebagai bapak pluralisme? Jika kita merujuk pengertian pluralisme
seperti yang dijelaskan oleh MUI diatas, jelas itu tidak diperbolehkan.
Namun bagaimana dengan pluralisme Gus Dur? Dalam hal ini ada definisi
lain dari Pluralisme yang berarti faham akan keragaman, bagaimana
menghargai segala sesuatu yang beda dalam koridor yang masih relevan.
Positifnya adalah agar negara ini tetap bersatu padu. 'BHINEKA TUNGGAL
IKA'
Gus Dur dan Pluralisme adalah dua hal yang sulit dipisahkan. Beliau
adalah tokoh yang sangat peduli dengan keberagaman, perbedaan dan
keanekaragaman. Termasuk dalam hal kehidupan beragama. Bahkan beliau
juga dekat dengan tokoh-tokoh agama selain Agama Islam yang beliau anut.
Sering keluar masuk tempat peribadatan agama-agama lain. Hal inilah
yang seringkali menimbulkan kesalahan penafsiran pluralisme yang Gus Dur
ajarkan. Namun setelah wafatnya beliau, 30 Desember 2009 lalu,
orang-orang mulai sadar akan kebenaran tentang bagaimana cara
bertoleransi yang beliau ajarkan.
"Ketika dia mati-matian membela orang China, Ahmadiyah, Nasrani, dan
orang-orang termarjinalkan lainnya, yang diperjuangkan bukan Chinanya,
bukan Ahmadiyahnya, bukan Nasraninya, melainkan manusianya. Jadi lebih
tepat dikatakan Gus Dur itu tokoh humanis,". Menurut Inayah, Gus Dur
sendiri juga tidak pernah menyebut dirinya pluralis, melainkan humanis.
"Bahkan Gus Dur pernah berpesan agar di pusaranya ditulis 'Di Sini
Dimakamkan seorang Humanis'," ungkap Inayah.
Gus Dur merupakan salah satu dari 4 tokoh yang ketika akhir hayatnya
menggemparkan dunia selama abad ke 21. Ada tokoh-tokoh tersebut adalah
Presiden ke 35 AS, John F Kennedy. Tokoh spiritual dan politikus India,
mahatma Gandhi. Tokoh perjuangan di Iran, Ayatullah Ruhullah Khomeini
dan terakhir Mantan Presiden Republik Indonesia, K.H Abdurrahman Wahid
(Gus Dur).
Terlepas dari itu semua, Gus Dur memang merupakan salah satu tokoh
idola saya. Menurut saya beliaulah orang yang "Indonesia Banget", yang
paling mengerti tentang apa itu Bhineka Tunggal Ika karena beliau
menyadari bahwa kita hidup di negeri yang multi kultur yang tidak akan
mungkin untuk menyatukan keberagaman suku, agama, ras, budaya dan
manusia yang ada. Jalan terbaik untuk itu adalah sikap toleransi kita
terhadap adanya perbedaan tersebut supaya negara tercinta kita ini tetap
kokoh berdiri diatas perbedaan-perbedaan yang ada. Bukanlah perbedaan
itu indah? Bersatulah Indonesiaku!!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar